Wednesday, February 13, 2019

9 Tips family Backpacker

9 Tips family Backpacker
-----------------------------------------
  1. Tiket pesawat LCC di "tanggal emas" (akhir pekan/ libur), cenderung lebih murah di flight malam hari.
  2. Jika memutuskan ikut flight malam dan tidak ada budget buat menginap di hotel bandara (you know lah tarif hotel bandara), pastikan bandara cukup layak untuk "numpang nginep" (ada sofa, karpet, air minum).
  3. Sebaiknya usia anak minimal 5 tahun, agar fisiknya sudah kuat jika diajak backpacker-an.
  4. WAJIB membawa jaket hangat, minyak kayu putih, tolak angin, parasetamol, dan P3K lainnya yang dianggap perlu. Bahkan jika niat mengunjungi banyak tempat, bawa plester koyo penghilang pegal2.
  5. WAJIB bawa tumbler untuk isi ulang air minum, untuk efisiensi pembelian air mineral.
  6. WAJIB punya paket kuota internet, setidaknya untuk orang tua (ayah ibu). Meski ada koneksi wi-fi, tetap harus memiliki koneksi internet sendiri. Paket 3x24 jam di beberapa provider tanah air, harganya sudah cukup terjangkau, jadi tidak perlu beli kartu baru.
  7. Jika membawa 2 anak, maka masing2 orang tua harus menjaga 1 anak. Jika fisik anak sudah kuat, bisa diminta membawa tas ransel berisi tumbler, snack, obat P3K, payung kecil, dan sedikit pakaian ganti.
  8. Pastikan telah memiliki peta itenary dengan jelas, nama tempat, jenis transportasi umum, jarak dan estimasi waktu yang dibutuhkan. Kedua orang tua harus tahu, jangan mengandalkan hanya kepada 1 orang (bapak/ibunya saja). 
  9. Bagi muslim, agar berhati-hati dalam memilih makanan di restoran atau food court. Jangan sungkan bertanya "is it Halal or not?" "No pork no lard?" Usahakan ada kombinasi sayuran berkuah (soup), agar pencernaan anak2 tetap baik.

-----------------
Demikian tips sederhana ini semoga bermanfaat bagi rekan2 yang berencana mengajak keluarga kecilnya, 4 the 1st time bepergian ke LN secara lebih efektif dan EFISIEN.

Makan hemat di Staff Canteen Terminal 2 Changi Singapore






Sehubungan FAQ dari beberapa rekan, terkait pengalaman backpacker-an bersama "krucil" secara efektif dan EFISIEN, saya post di Fesbuk dan blog saja ya secara berseri.
--------------------------------
Staff Canteen ...
#FamilyBackpacker to #Singapore in 4 days
-------------------------------
Kantin yang berada di Terminal 1 Changi ini sering direkomendasikan di komunitas backpacker. Buka pada jam 05.00 waktu setempat dengan menu yang sangat beragam, Melayu, Chineese, Indian, Western juga ada. Harganya cukup ramah di kantong, ada harga khusus pegawai bandara, ada juga harga untuk umum.

Setelah numpang beristirahat di sofa pada malam (dini harinya), kami langsung menuju kantin ini pada jam 05.00. Sangat mudah, keluar bandara/ melewati lift, lalu tengok ke arah kiri ada papan namanya cukup mencolok, setelah itu turuni anak tangga 1 lantai. Ohya, di sini sudah dibudayakan merapikan sendiri nampan dan peralatan makan yang digunakan konsumen. Untuk 1 paket nasi lemak sekitar $4.5, harga minuman rata2 $1. Kenyang deh, princess "biutipul" karena masih mengantuk, malah sempat tertidur setelah makan.

Selesai makan, bisa langsung menaiki sky train ke terminal 2. Sholat Subuh terlebih dahulu sebelum kemudian menuju pusat kota dengan menggunakan MRT

Saturday, May 19, 2018

Push Pull Mooring terkait minat beralih platform social media

"Push Pull Mooring (PPM) - framework" untuk mengukur consumer switching intention
------------------
Loyalitas saya menggunakan FB sudah terbagi dengan IG. Ada faktor pendorong (push factor) dan faktor penariknya (pull factor), serta faktor penghambat/penahannya (mooring factor)

Push factor itu segala sesuatu yang sifatnya negatif, sehingga menyebabkan kita ingin pindah dari satu wilayah ke wilayah lain. Terkait penggunaan socmed, misalnya atmosfir timeline facebook saya sudah tidak kondusif lagi. Setiap hari saya membaca cukup banyak status yang isinya tak jauh dari pembodohan2 publik dan kontra-produktif. Kondisi ini mendorong saya untuk mulai mencoba platform lain, misalnya instagram.

Monday, April 30, 2018

Focus Scopus Model (bagian 1)

Model ini saya "declared" pertama kali di dinding facebook pada awal Juli 2016. Saya pasang sebagai cover photo di akun ini, sebagai pengingat dan motivasi. Hanya sedikit rekan saja yang memahami gambar ini, dan saya pun memang tidak memberi penjelasan apa-apa. Sehubungan banyak rekan yang meminta saya berkisah pengalaman saya publikasi pertama kali di jurnal internasional bereputasi, maka saya sampaikan saja melalui tulisan di dinding facebook. Saya tulis secara berseri dan se-sederhana mungkin, dengan maksud untuk sama2 belajar dan berbagi, bukan bermaksud untuk menggurui. Banyak "dewa-dewa" Scopus yang berteman dengan saya di akun ini, hormat ala samurai, sensei.
--------------------------

Wednesday, November 1, 2017

Komponen dari Kelas Sosial


Ada beberapa komponen yang dapat digunakan untuk mengukur kelas sosial seseorang, di antaranya adalah: prestise profesi/pekerjaannya, tingkat pendapatan, dan gaya hidupnya.

Misalnya ada 2 orang (A dan B) yang memiliki profesi yang sama, yakni sebagai operator SPBU. A bekerja di SPBU Shell sedangkan B bekerja di SPBU Pertamina. Menurut anda, di antara A dan B mana yang profesinya dipersepsikan lebih prestisius?

Saya sampaikan contoh lain yang jauh lebih sederhana dibandingkan contoh pertama. Profesi sebagai anggota TNI dengan profesi sebagai anggota satgas ormas (misalnya), menurut anda, profesi mana yang dipersepsikan lebih prestisius?

Tingkat dan jenis profesi yang sama dengan organisasi (tipe maupun skala) yang berbeda, menghasilkan persepsi yang berbeda. Sama2 berprofesi sebagai dosen, tapi dosen A ber-homebase di UI (misalnya) dan dosen B ber-homebase di STIE KESATUAN (misalnya). Mana yang lebih prestisius?

Tingkat pendapatan seseorang juga dapat digunakan untuk mengukur kelas sosial seseorang. Namun ternyata tidak cukup dengan hanya mengetahui berapa tingkat pendapatannya, tapi juga harus diketahui dalam jangka waktu berapa lama seseorang tersebut mencapai hasilnya.

Misal A memiliki pendapatan Rp.10 juta yang di raihnya dalam kurun waktu 1 bulan, namun B bisa memiliki pendapatan Rp.10 juta yang diraihnya dalam kurun waktu 1 minggu. Dari sini bisa kita justifikasi mana yang kelas sosialnya lebih tinggi?

Apakah cukup dengan mengetahui tingkat pendapatan? Ternyata tidak cukup. Kita juga harus tahu kemana uang tersebut dibelanjakan? Bagaimana attitude seseorang dalam menggunakan uang? Apakah seseorang tersebut termasuk dalam kategori "tightwards" yang merasakan "emotional pain" ketika berbelanja? Apakah orang tersebut termasuk dalam kategori "spendthrifts" yang merasa enjoy dalam berbelanja?

Hal ini termasuk dalam dimensi gaya hidup yang juga dapat digunakan dalam mengukur kelas sosial seseorang. Kebutuhan sebagai motivasi dasar dipenuhi dengan keinginan yang menyesuaikan pada gaya hidup seseorang. A dan B sama2 butuh makan siang. A memilih makan siang di rumah makan Padang, sedangkan B memilih makan siang di restoran Jepang di sebuah pusat perbelanjaan.

Namun demikian, terdapat pula beberapa hambatan dalam mengukur kelas sosial saat ini. Apa itu? Di antaranya adalah adanya perubahan dalam struktur keluarga, "anonymity" dan ketidakkonsistenan dari kelas sosial.

Persepsi berbicara mengenai seberapa kuat stimulus yang diberikan sebagai exposure. Seperti halnya gambar ini, bagaimana anda berpersepsi mengukur kelas sosial, ketika exposure yang diberikan adalah seperti ini? 😉

Budi Setiawan
@budisetiawan999

Saturday, September 16, 2017

Situs Penyedia Ebook dan Artikel Jurnal Gratis

ebook (sumber: Google Images)

Berikut ini saya sajikan tautan dari situs-situs yang menyediakan ebook gratis maupun artikel jurnal gratis. Untuk aspek legalitas file yang tersedia pada situs-situs tersebut, tidak saya bahas/tuliskan pada postingan ini. Informasi ini saya dapatkan dari diskusi di group media sosial Facebook, saya kutip langsung pada postingan ini dengan turut menyertakan sumbernya.

Berikut ini saya kutip langsung dari diskusi tersebut:
Budi Setiawan:
"Bapak/Ibu yang saya hormati
Mohon info untuk situs yang menyediakan ebook secara free selain gen.lib.rus.ec itu apa lagi ya?
Terima kasih
Salam

Tuesday, August 22, 2017

Parameter pengukuran: Sepenggal kisah penarikan kesimpulan

Gambar suasana dalam kereta KLIA Transit

Ketika dalam perjalanan menuju UPM dari hotel dengan menggunakan taksi online, saya berdiskusi ringan dengan sopir. Pada dasarnya sopir tersebut ramah, dia memulai diskusi tentang dari mana saya berasal dan sedang ada bisnis apakah di Malaysia.

Saya pun menanggapi dengan baik, menyampaikan bahwa saya dari Indonesia dan ke Malaysia untuk keperluan pendidikan dikarenakan saya berprofesi sebagai pengajar di Indonesia. Sambil menyetir mobil, sopir ini cerita bahwa dia pernah datang ke Indonesia, khususnya ke Jakarta untuk menghadiri undangan pernikahan kerabatnya. Dia membandingkan kondisi kebersihan jalan raya antara Indonesia dengan Malaysia.